Permenaker No. 4 Tahun 2023 tentang Jaminan Sosial bagi PMI Diapresiasi, Perlu Ditambah Manfaat JKN

- 5 Maret 2023, 14:55 WIB
Para PMI di Arab Saudi saat dikunjungi Menaker Ida Fauziyah beberapa waktu lalu.*
Para PMI di Arab Saudi saat dikunjungi Menaker Ida Fauziyah beberapa waktu lalu.* /DOK KEMNAKER

KORAN PR - Menteri Ketenagakerjaan telah menandatangani Permenaker No. 4 tahun 2023 tentang Jaminan Sosial bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) menggantikan Permenaker No. 18 tahun 2018. Secara umum isi Permenaker 4 Tahun 2023 ini lebih baik dari Permenaker No. 18 tahun 2018, yaitu adanya peningkatan manfaat bagi PMI, baik sebelum berangkat, saat bekerja di luar negeri, hingga saat pulang ke Tanah Air.

"Patut kita apresiasi upaya pemerintah untuk terus meningkatkan perlindungan bagi PMI kita," kata pengamat ketenagakerjaan Timboel Siregar dalam keterangan di Jakarta, Minggu 5 Maret 2023.

Dikatakan Timboel, Permenaker No. 4 ini meningkatkan manfaat jaminan sosial Ketenagakerjaan khususnya Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm).

Kalaupun program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) disebut dalam Permenaker ini, tentunya Permenaker ini belum mengatur tentang manfaat JKN bagi PMI, khususnya bagi PMI yang sedang bekerja di luar negeri.

"Sebaiknya ketentuan tentang JKN bagi PMI diatur dalam revisi Perarturan Presiden No. 82 tahun 2018 sehingga PMI pun terlindungi ketika sakit, bukan karena kecelakaan kerja," ujar Timboel yang juga Sekjen Organisasi Pekerja Indonesia (OPSI).

Adapun program Jaminan Hari Tua (JHT) yang juga disebut di Permenaker No. 4 tahun 2023 ini masih belum diwajibkan, setiap PMI hanya disebut dapat mengikuti JHT.

"Menurut saya, Program JHT pun menjadi kebutuhan bagi PMI agar PMI yang tidak mampu bekerja lagi karena alasan usia bisa memiliki tabungan untuk menjamin kesejahteraannya di masa tua. Saya berharap PMI kita tidak masuk dalam kemiskinan di masa tuanya," ujarnya.

Dengan kondisi yang berbeda di setiap negara tujuan, tentunya kewajiban mengikuti program JHT juga dilakukan secara bertahap yaitu dimulai dengan negara tujuan yang memberikan akses mudah PMI ke perbankan seperti Taiwan dan Hongkong.

Dari total peserta aktif PMI di BPJS Ketenagakerjaan yaitu sebanyak 243.959 pekerja (data per Akhir Agustus 2022), sebanyak 50,31 persen bekerja di Taiwan, dan sebanyak 13,77 persen bekerja di Hongkong.

"Yang menarik dalam Permenaker ini iuran JKK dan JKm PMI tidak mengalami kenaikan, justru untuk PMI yang bekerja 12 bulan dan 6 bulan iurannya menurun, namun manfaat perlindungannya meningkat. Sebelumnya di Permenaker no. 18 Tahun 2018, iuran JKK dan JKm diseragamkan sebesar Rp. 370.000 (bila ditempatkan melalui pelaksana penempatan) dan Rp. 332.500 (untuk PMI perseorangan)," katanya.

Di Permenaker no. 4 Tahun 2023, untuk PMI yang ditempatkan melalui pelaksana penempatan yang bekerja 24 bulan iuran JKK dan JKm tetap sebesar Rp. 370.000, namun untuk PMI yang bekerja 12 bulan menjadi Rp. 226.500, dan untuk PMI yang bekerja 6 bulan sebesar Rp. 145.500.

Untuk PMI Perseorangan iurannya Rp. 332.500, dan untuk PMI yang bekerja 12 bulan menjadi Rp. 189.000, dan untuk PMI yang bekerja 6 bulan sebesar Rp. 108.000.

Ada manfaat yang meningkat nilainya, dan ada juga yang baru. Tentunya manfaat ini dikaitkan dengan manfaat JKK dan JKm yang diatur di PP No. 82 Tahun 2019.

Pada Pasal 30 ayat (1) disebutkan Manfaat program JKK bagi PMI selama bekerja diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan yang terdiri atas perawatan dan pengobatan akibat Kecelakaan Kerja di negara tujuan penempatan; dan/atau pelayanan kesehatan lanjutan akibat Kecelakaan Kerja bagi PMI yang dipulangkan ke Indonesia oleh pemberi kerja.

Sebelumnya, di Permenaker No. 18 tahun 2018 hanya disebut perawatan dan pengobatan lanjutan akibat Kecelakaan Kerja bagi Pekerja Migran Indonesia yang dipulangkan ke Indonesia oleh pemberi kerja. Ini artinya ketika PMI yang mengalami kecelakaan kerja dibawa ke Indonesia, baru mendapatkan penjaminan dari BPJS Ketenagakerjaan.

"Dengan ketentuan di Pasal 30 ayat (1) Permenaker No. 4 Tahun 2023 PMI yang mengalami kecelakaan kerja di negara penempatan tidak harus pulang ke Indonesia dulu untuk mendapatkan penjaminan biaya perawatan, tapi bisa dibiayai perawatannya di negara penempatan dengan biaya maksimal Rp 50 juta per kasus kecelakaan kerja," kata Timboel.

Selain itu, PMI yang mengalami kecelakaan kerja pun mendapat pelayanan Home Care maksimal Rp 20 juta diberikan kepada peserta paling lama satu ahun sejak direkomendasikan untuk perawatan di rumah, yang sebelumnya tidak ada di Permenaker No. 18 tahun 2018.

Manfaat santunan berupa uang kepada calon PMI maupun PMI terkait penggantian biaya transportasi bagi PMI yang mengalami Kecelakaan Kerja juga naik, dengan mengacu pada PP No. 82 tahun 2019.

"Termasuk juga santunan berkala yang dibayarkan sekaligus apabila Peserta mengalami cacat total tetap akibat Kecelakaan Kerja naik menjadi Rp 12.000.000,00," tuturnya.

Biaya penggantian gigi tiruan juga naik menjadi paling banyak Rp 5 juta, yang sebelumnya hanya Rp. 3 juta. Ada penambahan manfaat yaitu penggantian alat bantu dengar paling banyak Rp. 2,5 juta dan penggantian biaya kacamata paling banyak Rp. 1 juta

Bantuan uang bagi Calon Pekerja Migran Indonesia yang gagal berangkat bukan karena kesalahan Calon Pekerja Migran Indonesia naik menjadi sebesar Rp.10 juta, yang sebelumnya Rp. 7,5 juta. Bantuan uang bagi Pekerja Migran Indonesia yang terbukti mengalami pemerkosaan sebesar Rp. 50 juta

Bantuan uang bagi Pekerja Migran Indonesia yang mengalami PHK akibat Kecelakaan Kerja dengan kondisi tidak meninggal dunia diberikan sesuai dengan tingkat masa kerja sebagai berikut, mulai saat bekerja sampai dengan kurang dari 6 bulan sebesar Rp 2 juta, masa kerja 6 bulan sampai dengan kurang dari 12 bulan sebesar Rp 3 juta; atau masa kerja 12 bulan atau lebih sampai dengan 1 bulan sebelum perjanjian kerja berakhir sebesar Rp. 5 juta.

Hal yag baru diatur juga adalah bantuan uang bagi PMI yang mengalami PHK bukan akibat Kecelakaan Kerja yang dilakukan sepihak oleh pemberi kerja bukan karena kesalahan PMI, dengan masa kerja terhitung sejak PMI mulai bekerja sampai dengan satu bulan sebelum perjanjian kerja berakhir, diberikan sebesar Rp 1,5 juta.

Beasiswa diberikan kepada peserta, maksimal dua anak bila PMI mengalami kematian akibat kecelakaan kerja, atau kematian karena sakit dengan kepesertaan PMI minimal 3 tahun.

Beasiswa diberikan dari tingkat TK hingga Pergurunan Tinggi dengan perincian di tingkat TK sebesar Rp. 1,5 juta x 2 tahun, tingkat SD Rp. 1,5 juta x 6 tahun, tingkat SMP Rp. 2 juta x 3 tahun, tingkat SMA Rp. 3 juta x 3 tahun dan Perguruan Tinggi Rp. 12 juta x 4 tahun.


Peningkatan kepesertaan

Tentunya, menurut Timboel, kenaikan manfaat JKK dan JKm di Permenaker No. 4 tahun 2023 seharusnya diikuti oleh kenaikan kepesertaan PMI di JKK dan JKM serta JHT. Kepesertaan aktif PMI di BPJS Ketenagakerjaan yang masih sebanyak 243.959 pekerja (data per Akhir Agustus 2022), tentunya masih jauh dibandingkan PMI kita yang masih bekerja di luar negeri yang memang sangat membutuhkan perlindungan.

Proses sosialisasi dan edukasi kepada calon PMI maupun PMI, serta penegakan hukum bagi pelaksana penempatan harus dilakukan dengan masif untuk memastikan seluruh PMI terlindungi di BPJS Ketenagakerjaan.

Pemerintah cq. Imigrasi harus memastikan PMI yang akan berangkat bekerja ke luar negeri sudah menjadi peserta JKK dan JKm.

"Untuk memastikan proses sosialisasi dan edukasi serta pelayanan kepada PMI sudah seharusnya ada perwakilan BPJS Ketenagakerjaan di negara penempatan, demikian juga untuk proses perpanjangan kepesertaan dan kemudahan klaim dari PMI," katanya.***

Editor: Kismi Dwi Astuti


Tags

Terkini

x