Aturan Ketat, Sejumlah Usaha Jastip di Bandung Pilih Berhenti

- 20 Februari 2023, 06:29 WIB
Calon penumpang mengantre untuk lapor diri di konter “Chek In” Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (2/2/2023). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) selama Januari hingga Desember 2022 jumlah penumpang angkutan udara domestik sebanyak 52,6 juta orang dan jumlah penumpang internasional sebanyak 7,1 juta orang, masing-masing naik sebesar 74,81 persen dan 1.030,86 persen dibanding periode yang sama tahun 2021. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/foc.
Calon penumpang mengantre untuk lapor diri di konter “Chek In” Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (2/2/2023). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) selama Januari hingga Desember 2022 jumlah penumpang angkutan udara domestik sebanyak 52,6 juta orang dan jumlah penumpang internasional sebanyak 7,1 juta orang, masing-masing naik sebesar 74,81 persen dan 1.030,86 persen dibanding periode yang sama tahun 2021. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/foc. /MUHAMMAD IQBAL/ANTARA FOTO

Salah seorang pembeli, Siti (46), warga Ujungberung menuturkan pasar Jakarta bagus, karena setiap tahun ada dua kali Jepang Crazy Sale sehingga banyak yang titip.

"Baru tiga kali. Beli kaos, sweater, sama outer. Yah, ada tidak enaknya juga, pengen punya barang kualitas bagus, tapi tidak bisa ke luar negeri, ada jastip pasti kan jadi mudah," ujarnya.

Oleh karena itu, dia meminta agar pajak untuk barang impor tidak terlalu besar. “Kalaupun ada aturan, jangan gede-gede pajaknya. Ongkir aja udah mahal dan ditanggung pembeli. Padahal barang-barang luar negeri masuk ilegal saja, banyak jastip yang kecil-kecilan apalagi buat pekerja migran kan terbantu buat tambah-tambah dapur ngebul di negeri orang,” katanya

Keadilan

Akademisi dari Universitas Padjadjaran Prof Yudi Azis mengatakan pada prinsipnya pemerintah ingin memberikan rasa keadilan baik bagi pengusaha, konsumen, dan pihak terkait. Sebab, terdapat usaha yang merasa dirugikan karena tidak mampu bersaing dengan barang yang tidak dikenakan pajak.

Menurut dia, yang menjadi fokus adalah apakah barang yang dibawa oleh jastip adalah barang yang tidak kena pajak atau sudah kena. Alasannya, dengan aturan bahwa barang dengan harga di atas 500 dolar AS dikenakan pajak sebetulnya barang yang dititip telah dikenakan pajak.

"Bahwa barangnya sudah kena pajak sudah diatur maka kekhawatiran tidak ada fairness sudah terjawab," katanya.

Lebih lanjut, Yudi mengatakan, yang juga perlu diperhatikan adalah jangan sampai aturan pemerintah mematikan sumber ekonomi. Apalagi sebetulnya barang yang dititipkan sudah dikenakan pajak melalui cukai.

"Jika dikenakan pajak double, ya barang dan usaha bisa berdampak pada daya saing usaha karena biaya jadi besar," katanya. Yudi mengatakan perlu kajian yang menyeluruh apakah lebih banyak manfaat ketimbang dampak negatifnya.

"Apakah cukup pajak untuk barangnya saja atau perusahaan juga. Perlu kajian komprehensif. Tidak hanya sebagai income, apakah urgensi dari usaha jastip ini dipajak banyak manfaat atau ketidakmanfaatannya," katanya. ***

Halaman:

Editor: Kismi Dwi Astuti


Tags

Terkini