Transportasi Umum di Bodetabek Masih Timpang dengan Jakarta, Harus Segera Dibenahi

24 Februari 2023, 18:05 WIB
Ilustrasi KRL Commuter Line sebagai moda transportasi umum.* /Antara/Fauzan/ANTARA FOTO

KORAN PR - Kondisi transportasi umum di Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) belum sebaik Kota Jakarta. Ada ketimpangan, sehingga diperlukan percepatan program untuk membenahi transportasi umum di Bodetabek sebagai wilayah penyangga Ibukota Jakarta.

Kemacetan berkelanjutan yang masih mendera Kota Jakarta tidak terlepas dari peran warga Bodetabek yang beraktivitas di Jakarta menggunakan kendaraan pribadi. Meskipun sudah ada KRL Commuter Line dan tidak lama lagi (rencana Juli 2023) akan beroperasi LRT Jabodebek, hal ini belum mampu mereduksi kemacetan di Jakarta.

Demikian dikatakan pengamat transportasi Djoko Setijowarno yang juga akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dalam keterangan di Jakarta, Jumat 24 Februari 2023.

Sementara, terkait rencana pengoperasian LRT Jabodebek pada Juli 2023 nanti, diharapkan bisa menerapkan integrasi tarif seperti yang sudah dilakukan pada layanan transportasi umum di Kota Jakarta. "Seyogyanya juga dapat dilakukan hal yang sama nantinya dengan KRL Commuter Line dan LRT Jabodebek sehingga memudahkan pengguna transportasi umum," ungkapnya.

Saat ini, menurut dia, layanan transportasi umum di Jakarta sudah jauh lebih baik dan sudah sejajar dengan layanan transportasi di banyak kota metropolitan di dunia. Namun tidak dibarengi pada wilayah pendukungnya, yakni Kota/Kabupaten Bogor, Kota/Kabupaten Tangerang, Kota Depok, Kota Tangerang Selatan, Kota/Kabupaten Bekasi.

Pembenahan transportasi umum hanya di dua kota, yaitu Trans Pakuan di Kota Bogor dan Tran Ayo di Kota Tangerang. Sementara akses transportasi umum selain dua kota tersebut masih jauh tertinggal, bahkan tidak ada upaya pemda setempat untuk membenahinya.

Menurut dia, anggaran rutin tahunan bantuan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang diberikan ke pemkab/pemkot di Bodetabek harusnya bisa difokuskan untuk membenahi transportasi umum di masing-masing wilayah Bodetabek.

Jadi, tidak punya alasan kesulitan fiskal. Tinggal sejauh mana komitmen kepala daerah di Bodetabek untuk sungguh-sungguh mau membenahi transportasi umum di wilayahnya.

Kurangnya kesungguhan dari kepala daerah itu, lanjut Djoko tercermin dari jawaban salah satu pemda di Bodetabek yang pernah menolak bantuan BPTJ untuk pembenahan transportasi umum. Alasannya, pemdanya lebih mementingkan bantuan untuk pembangunan infrastruktur jalan baru yang dianggap dapat mengatasi kemacetan selama ini.

"Padahal, jika melihat pembangunan jaringan jalan tol yang masif di Jakarta, penambahan kapasitas jalan tidak bisa mengatasi kemacetan. Justru makin menambah populasi kendaraan yang dimiliki," ungkapnya.

Sinergi pemerintah pusat dan pemeritah daerah dapat dilakukan untuk mempercepat penerapan pembenahan transportasi umum di wilayah Bodebatek. Djoko menyebut efisiensi Public Service Obligation (PSO) KRL Commuter Line dengan beberapa skenario yang dilakukan Ditjen Perkeretaapian adalah sekitar Rp 208 miliar–Rp 475 miliar.

Anggaran hasil efisiensi PSO ini seharusnya dapat digunakan untuk membenahi transportasi umum di Bodetabek, sehingga warga Bodetabek yang bekerja di Jakarta tidak merasa dizolimi jika nantinya diterapkan Jalan Berbayar Elektronik (electronic road pricing/ERP). "Sebab, hal ini dilakukan dalam upaya untuk terus mendorong migrasi private ke public transport," lanjutnya.

Kendala besar

Seperti diketahui, layanan transportasi umum di Bodetabek masih sangat buruk. Hampir 99 persen lebih kawasan perumahan di Bodetabek tidak terlayani akses transportasi umum. Sementara itu untuk Kota Jakarta cakupan layanan transportasi umum sudah mencapai 92 persen dari luas wilayahnya. Hingga jalan-jalan kecil di perkampungan Kota Jakarta dilewati layanan angkot Jaklingko.

"Tinggal masyarakatnya maukah menggunakan angkutan umum atau masih tetap nyaman dengan sepeda motor," kata Djoko.

Menurut Djoko, sepeda motor menjadi kendala terbesar di Indonesia untuk memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum. Tarif BBM yang mahal, sekiranya mampu mengalihkan itu.

Selain itu, membatasi wilayah operasional sepeda motor juga dirasa perlu. Pajak dan asuransi yang tinggi seharusnya sudah mulai dipikirkan untuk pemilik sepeda motor di kawasan perkotaan. Apalagi, tingkat risiko kecelakaan sepeda motor lebih tinggi ketimbang mobil.

Sebenarnya, upaya membatasi mobilitas sepeda motor pernah dilakukan untuk ruas Jalan MH Thamrin–Jalan Jendral Sudirman di Jakarta tahun 2016. Hasilnya, terjadi pengurangan volume kendaraan 22,4 persen. Presentase kecepatan kendaraan meningkat, semula 26,3 km per jam menjadi 30,8 km per jam. Waktu tempuh meningkat 15 persen (Dishub. DKI Jakarta, 2017).

"Sementara hasil evaluasi dari Polda Metro Jaya (2017) menghasilkan berkurang simpul kemacetan, pelanggaran lalu lintas dan jumlah kecelakaan lalu lintas menurun 30 persen," tuturnya.

Pada akhirnya, kata Djoko, diperlukan kepala daerah di Bodetabek yang peduli keberadaan layanan transportasi umum. Layanan transportasi umum hadir mendekat di setiap kawasan perumahan dan pemukiman warga.

Dengan demikian, warga Bodetabek mengeluarkan total ongkos transportasi tidak lebih 10 persen dari penghasilan bulanannya, sesuai standar dari Bank Dunia. "Keberadaan transportasi umum akan membantu menurunkan angka inflasi," ujar Djoko.***

Editor: Kismi Dwi Astuti

Sumber: Siaran Pers

Tags

Terkini

Terpopuler