Triana Lestari, SPsi, MPd: Belajar dan Mengabdi

- 4 Maret 2023, 06:57 WIB
TRIANA Lestari, SPsi, MPd, (ketiga dari kanan) tengah bersama sejumlah mahasiswanya.*
TRIANA Lestari, SPsi, MPd, (ketiga dari kanan) tengah bersama sejumlah mahasiswanya.* /ISTIMEWA

KORAN PR - ”Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan.” Quotes dari Imam Syafii ini sangat pas seperti keseharian dari perempuan satu ini. Dialah Triana Lestari, SPsi, MPd, yang kini merupakan salah seorang dosen di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cibiru, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).

 

Sejak kecil, hobinya memang membaca. Bahkan hingga sekarang, membaca masih menjadi salah satu cara dia memuaskan keingintahuannya, sekaligus untuk terus mengasah kemampuan dirinya.

”Memang saya sangat suka membaca hasil-hasil penelitian para ilmuwan atau akademisi terbaru. Apa pun jenis ilmunya, saya suka untuk membacanya. Saya juga sangat suka untuk berbagi pengetahuan dengan sesama atau sharing lah. Karenanya, saya ambil pendidikan guru,” kata Triana saat diwawancarai Jumat (3/3/2023).

Menurut Triana, kegiatan sharing yang sangat disukainya tersebut bahkan diwujudkan dengan membangun sebuah komunitas. Komunitas itu dinamai ”Adapteach”, yang diisi para mahasiswanya yang bahu-membahu mencari cara terbaik untuk mendidik anak-anak, terutama anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus.
Triana pun mengaku, banyak sekolah inklusi di sekitaran Bandung Raya ini yang masih perlu meningkatkan kemampuan para pengajarnya menangani anak-anak berkebutuhan khusus tersebut.

”Melalui Adapteach, kami bersama komunitas pun menghadirkan berbagai narasumber dari orangtua berkebutuhan khusus, sehingga para pengajar di sekolah-sekolah inklusi tahu dengan detail cara memperlakukan mereka yang berkebutuhan khusus ini,” ucapnya.

Menurut jebolan S-2 Psikologi Pendidikan UPI ini, sekolah inklusi berbeda dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Kalau SLB, siswa-siswinya homogen sehingga bisa diperlakukan secara sama, sedangkan di sekolah inklusi, ada siswa yang normal dan ada yang berkebutuhan khusus.

Di sisi lain lanjut istri dari Hendra Hidayat, MSi, ini, pola pendidikan pada anak-anak pada zaman ini harus terus disesuaikan. Ini karena ada perbedaan karakteristik psikis dari anak-anak, ditambah dengan kemajuan teknologi yang ada. Dengan begitu, psikis anak pun diharapkan bisa berkembang dengan baik bila ditunjang dengan pola pendidikan yang sesuai. Jangan sampai tidak ada tumbuh rasa empati kepada anak-anak tersebut.

Selain komunitas Adapteach, ibu dari empat anak ini pun ternyata aktif juga di komunitas lainnya yaitu ”we hear it”. Di komunitas ini, Triana membantu dalam mendengar dan memecahkan masalah tentang kekerasan seksual di kampus, khususnya di UPI Cibiru.

Selain kasus kekerasan seksual, perundungan di kampus juga menjadi salah satu bagian yang sangat perlu diselesaikan atau dicegah. Mereka yang misalnya mengalami kekerasan seksual atau perundungan, nantinya bisa melaporkannya kepada komunitas ini.
Laporannya pun bisa dengan cara bertemu langsung dengan para anggotanya di ruangan BK UPI Cibiru. Namun, apabila dirasakan berat, maka para korban bisa menghubungi nomor telefon khusus.

Untuk pola pengajaran tentang aktivitas di komunitas ”we hear it” ini kata Triana, bisa secara langsung atau melalui media sosial, baik itu Instagram maupun Tiktok yang telah disediakan.
Triana pun sangat khawatir karena kekerasan seksual di ranah pendidikan ini masih sering terjadi. Oleh karen aitu, perlu wadah khusus untuk melindungi para korban kasus kekerasan seksual maupun perundungan atau bullying ini.

Triana Lestari, SPsi, MPd
Triana Lestari, SPsi, MPd

Proyek khusus

Di lain hal, Lulusan SMA 1 Tanjungsari ini pun kini sedang membuat sebuah project khusus dengan melibatkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung. Programnya pun cukup unik, yaitu membuat sebuah aplikasi berisi game dan literasi terkait bencana.

”Aplikasi ini nantinya diperuntukkan bagi usia rentan yaitu anak-anak, khususnya anak-anak SD, terkait mitigasi bencana yang dibuat dengan game di dalamnya. Ini untuk memudahkan si anak paham bagaimana menghadapi bencana,” ungkapnya.

Aplikasi berisi game interaktif dan edukatif berbasis android ini rencananya kata Triana, akan diluncurkan pada akhir tahun 2023 ini. ”Namanya masih rahasia, di sini saya sebagai ketua timnya. Tapi tak hanya game, psychological aid bagi anak juga dimasukkan dalam aplikasi ini. Termasuk misalnya cara-cara evakuasi yang mudah dimengerti anak,” ujarnya.

Sebagai pakar psikologi pendidikan, Triana juga diminta untuk membantu menyumbangkan pemikirannya pada pembuatan aplikasi lainnya. Aplikasi ini nantinya bisa membantu untuk mengetahui apabila ada mahasiswa atau siswa siswi jika berbuat curang saat ujian.

”Pada ilmu psikologi, gestur orang yang akan melakukan cheating ini bisa diketahui. Karenanya, saya diminta sebagai pakar untuk menerangkan dan memberikan penelitian terhadap anak didik yang berbuat curang ini,” tuturnya.

Dengan demikian, kata Triana, ke depan diharapkan pada saat ujian tidak ada lagi siswa-siswi atau mahasiswa yang melakukan kecurangan. Apalagi semakin hari perkembangan teknologi semakin maju, yang akibatnya banyak ujian yang dilaksanakan secara daring.
Mantan atlet Tarung Derajat ini juga ternyata sangat paham dengan literasi dan media. Bahkan para mahasiswanya diharuskan memublikasikan hasil-hasil pemikirannya saat menyelesaikan tugasnya melalui blog.

”Saya selalu berharap, setiap ada tugas atau KKN mahasiswa ini memiliki keluaran atau output atas apa yang dikerjakannya. Salah satunya, itu tadi yaitu terkait publikasi, sehingga banyak karya mahasiswa saya yang terpublikasikan sehingga mudah dibaca orang banyak. Meski masih dalam bentuk blog,” ucapnya.

Diketahui salah satu blog ini membahas tentang academic burn out yaitu kondisi terlalu lelah dalam belajar. Para mahasiswa pun memberikan penjelasan bagaimana cara menghilangkan academic burn out ini di kalangan anak sekolah. ”Misalkan dengan beristirahat sejenak, atau sekadar berbincang dengan kawan, serta hindari bermain gadget saat alami kondisi tersebut,” katanya.

Tak hanya itu, Triana juga membuat video-video yang berisi cara-cara mendidik anak dari berbagai sudut pandang. Contohnya, perkembangan bahasa pada anak-anak yang masih berusia dini. Semisal, interaksi anak dengan lingkungan sekitar yang berpengaruh langsung dengan kosakata yang dimiliki si anak tersebut. Fase bahasa isyarat yang memengaruhi bagaimana respons anak saat diisyaratkan untuk hal tertentu, khususnya pada bayi dan batita.

Artikulasi bahasa anak pun dianggap penting menurut Triana. Hal ini lagi-lagi dipengaruhi lingkungan sekitarnya, sehingga orangtua harus memilih cara terbaik untuk memilih bahasa yang digunakan.

”Identifikasi kata atau memahami konfigurasi kata yang digunakan juga bagian dari pertumbuhan anak. Anak-anak usia dini ini nantinya bisa memahami kata-kata yang dimaksud tersebut,” ujarnya.

Hanya saja, ada beberapa hambatan dalam pemilihan kata bagi anak tersebut. Semisal, artikulasi yang kurang tepat dan persepsi verbal maupun persepsi virtual yang juga kurang atau bahkan tidak tepat.

”Hal untuk menyiasati permasalahan tersebut adalah dengan melatih artikulasi dari anak usia dini ini. Semisal dengan melatih pengucapan terlebih dahulu, seperti penyebutan huruf A, I, U, E, O, atau lainnya,” ungkapnya.

Cara kedua adalah dengan stimulasi latihan fisik motorik, untuk meningkatkan atensi dan fokus perhatian anak. Caranya adalah dengan latihan keseimbangan dan latihan konsentrasi untuk meningkatkan fokus tersebut.

Pengabdian

Sebagai seorang dosen tentunya lulusan S-1 Psikologi UPI ini tidak lupa melakukan pengabdian kepada masyarakat. Salah satu yang berkesan adalah saat dirinya membantu sekolah dasar di kawasan Cibiru, Kota Bandung. Di tempat ini terdapat sedikitnya 27 anak yang mengalami learning loss.

”Jadi selama hampir dua tahun lamanya, dunia pendidikan mengalami fenomena yang disebut learning loss. Hal ini disebabkan oleh pandemi Covid-19, yang menyebabkan banyak siswa terpaksa harus belajar secara daring,” katanya.

Learning loss ini menurut Triana, dapat diartikan sebagai ketertinggalan dalam aspek pengetahuan dan keterampilan pada siswa yang terjadi secara berkepanjangan. Jadi selama masa belajar dari rumah, orangtua dan sekolah kesulitan untuk memberikan pembelajaran yang optimal pada siswa.

Saat itu, Triana bersama Tim pengabdian dari UPI Kampus Cibiru yang di pelopori oleh Dr Yeni Yuniarti, MPd, Dosen dan Peneliti PGSD Bidang Keahlian Pendidikan Matematika dan Peneliti PGSD Bidang Keahlian Psikologi Pendidikan beserta tiga mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, membantu mengurangi dampak learning loss ini.

Hasilnya dalam beberapa bulan, akhirnya 27 anak yang mengalami learning loss ini kembali bisa beraktivitas seperti sedia kala. ”Kami juga terus mencatat grafik perkembangan dari siswa-siswa ini. Semua kekurangan akhirnya bisa terpenuhi untuk diperbaiki,” ucapnya.

Dari pengabdian tersebut Triana juga mendapatkan pelajaran berharga yang sebenarnya sudah banyak orang tahu. Jadi semakin banyak ilmu yang diamalkan, dan dimanfaatkan untuk orang banyak, tidak akan membuat kita menjadi bodoh.

”Justru hal itu akan terus menambah wawasan kita, termasuk membantu mengingat kembali, apa-apa yang telah kita pelajari sebelumnya. Mungkin saja ada ilmu yang terlupakan karena berbagai penyebab yang berbeda-beda,” ucapnya.***

 

Editor: Eri Mulyani Mubarok


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x