Network
KORAN PR - Berawal di tahun 1986, Ibu Farisa mulai belajar membuat kue basah dari calon suaminya. Saat itu, keluarga calon suaminya adalah pembuat kue basah di daerah Babakan Ciamis, Bandung.
Dalam waktu singkat, Ibu Farisa berhasil membuat kue basah sendiri. Mereka lalu pindah ke daerah Cimahi untuk membuat usaha kue basah setelah menikah.
Mulanya hanya menerima pesanan kue, hingga kemudian berkembang menjadi penyuplai untuk beberapa toko kue di Bandung. Beberapa menu merupakan resep warisan dari mertua dan beberapa diajari oleh kerabat yang memang pembuat jajanan pasar di Bandung.
Tahun 2022 akhirnya membuat toko kue sendiri yang diisi oleh buatan sendiri, kerabat, hingga rekan kerja selama usaha kue. Dinamakan Toko Kue Lakker dengan harapan bisa menjadi toko kue yang laku keras.
Menurut Oyen (32), anak pemilik Toko Kue Lakker, salah satu kue yang paling laku dan cepat habis adalah kue Poffertjes. Kuenya terinpirasi dari kue khas Belanda. Pelanggan suka sekali karena teksturnya yang lembut dan juga harum.
"Setiap Sabtu juga kami mengadakan live cooking untuk poffertjes ini, jadi pelanggan bisa menyantapnya langsung saat baru matang. Ini jadi atraksi yang menarik buat pengunjung," ujarnya.
Saat ini sudah ratusan jenis kue basah dibuat dan dijual toko ini. Oleh karena itu tidak mungkin semua diproduksi sendiri. Namun untuk kue-kue original dari Toko Kue Lakker, diberikan label khusus “Resep Original 1986” untuk memudahkan konsumen mencoba produk yang memang original resep buatan sendiri.
Penamaan toko yang unik juga dicari yang berbau Belanda. Padahal Lakker bukanlah bahasa Belanda tetapi akronim dari laku keras. Harapannya, kue-kue mereka selalu laku terus menerus.
Oyen mengaku puas dengan reaksi pelanggan. Banyak yang menganggap kue-kue basah di sini sebagai alat untuk mengenang masa kecil. Ada juga yang mengenalkan kue-kue ini ke generasi muda, anak dan cucunya. Dan ternyata kue-kue ‘kekunoan’ ini disukai juga oleh para generasi muda, lho.
