Menjelajahi Multikulturalisme di Tatar Sunda

- 19 Maret 2023, 18:36 WIB

 

 

TATAR Sunda atau Tanah Sunda merujuk pada bekas wilayah Kerajaan Sunda Pajajaran yang kemudian berdiri sendiri, yakni Sumedang Larang, Banten, Cirebon, dan Galuh. Sumedang Larang dan Galuh kemudian menjadi satu wilayah kesatuan dengan nama Priangan. Dalam perkembangannya, Priangan sering disebut pusat tanah Sunda (Ekadjati, 1995: 7-8). 

Tatar Sunda secara kultural banyak dihuni oleh etnis Sunda. Keberadaan etnis Sunda sebagai etnis mayoritas di Tatar Sunda menjadikan Tatar Sunda sebagai tempat tumbuh suburnya kebudayaan Sunda.  Kehadiran etnis Sunda di Tatar Sunda telah berlangsung lama. Bahkan, bila mengingat keberadaan kerajaan Hindu-Buddha yang terpanjang usianya di Indonesia, yakni Kerajaan Sunda Pajajaran, etnis Sunda pada dasarnya telah menghuni Tatar Sunda sejak masa kerajaan Hindu-Buddha. 

Keberadaan etnis Sunda sebagai etnis mayoritas di Tatar Sunda tak lantas dimaknai Sunda sebagai satu-satunya etnis yang menghuni Tatar Sunda. Sejak era Kerajaan Tarumanegara, Tatar Sunda banyak didatangi bangsa-bangsa lain dari berbagai belahan dunia. Realitas tersebut menjadikan Tatar Sunda sebagai wilayah multietnis sekaligus multikultural. Tatar Sunda yang multikultural dari waktu ke waktu bergerak semakin kompleks yang pada akhirnya menjadikan Tatar Sunda sebagai miniaturnya Indonesia.

Kaitannya dengan multikulturalisme, Tatar Sunda menarik untuk dibedah lebih dalam. Bagaimana multikulturalisme berproses di Tatar Sunda? Bagaimana pemberdayaan multikulturalisme di Tatar Sunda harus dilakukan? Selanjutnya, bila dilihat dari panggung sejarah maritim Indonesia, dari mana multikulturalisme di Tatar Sunda mulai bergerak? 

Multikulturalisme berbeda dengan keberagaman budaya atau dengan kata lain multikulturalisme tidaklah sekadar beragam secara budaya. Menurut Suparlan (2002), multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Multikulturalisme sendiri dapat diberi pengertian sebagai sebuah pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya seseorang, serta sebuah penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain. Ia meliputi sebuah penilaian terhadap budaya-budaya orang lain, bukan dalam arti menyetujui seluruh aspek dari budaya-budaya tersebut, melainkan mencoba melihat bagaimana sebuah budaya yang asli dapat mengekspresikan nilai bagi anggota-anggotanya sendiri. (Blum, 2001). 

Tidak dapat dimungkiri, penemuan prasasti Tarumanegara menjadi jejak awal yang paling jelas tentang telah heterogennya Tatar Sunda sejak abad ke-5. Prasasti Tarumanegara menegaskan, setidaknya pada abad ke-5, Tatar Sunda telah mengalami persentuhan budaya dengan kebudayaan India, sebagaimana dibuktikan digunakannya huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Setidaknya ada tujuh prasasti yang berhasil ditemukan berkaitan dengan keberadaan Kerajaan Tarumanegara (Dienaputra, 2012). 

Persentuhan kebudayaan daerah dengan India tidak hanya terepresentasikan dalam berbagai prasasti, tetapi juga dalam berbagai peninggalan sejarah lainnya yang ada di Tatar Sunda, seperti Candi Bojongmenje dan candi-candi yang terdapat dalam Situs Candi Batujaya, Karawang.

Jejak multikulturalisme di Tatar Sunda juga dapat dilihat saat Islam masuk ke Tatar Sunda. Kehadiran Islam di Tatar Sunda menjadikan kebudayaan daerah di Tatar Sunda berinteraksi dengan kebudayaan Arab. Tinggalan kebudayaan Islam yang masih bisa disaksikan hingga saat ini adalah masjid.

Halaman:

Editor: Huminca Sinaga


Tags

Terkini

Orang Bijak Taat “Dibajak”

31 Maret 2023, 00:00 WIB

Meluruskan Niat Buka Bersama

29 Maret 2023, 21:00 WIB

Syahwat Pamer

29 Maret 2023, 20:54 WIB

Terpopuler

Kabar Daerah

x