Peran Perempuan dalam Kemajuan Teknologi

- 14 Maret 2023, 22:43 WIB
 
 

Oleh: Antik Bintari

Aktivis Perempuan/Dosen Fisip Unpad

 

PERAYAAN Hari Perempuan Internasional baru saja berakhir beberapa hari lalu. Pada tahun ini tema yang diusung adalah "DigitALL: Innovation and technology for gender equality" atau "DigitALL: Inovasi dan teknologi untuk kesetaraan gender". Hal ini selaras dengan tema prioritas untuk Sesi ke-67 Komisi Status Perempuan (CSW-67) PBB  yaitu, "Inovasi dan perubahan teknologi, serta pendidikan di era digital untuk mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan semua perempuan dan anak perempuan".  Isu gender dan teknologi, merupakan satu dari tiga isu penting dan besar yang dihadapi perempuan secara global saat ini setelah isu kemiskinan dan kekerasan terhadap perempuan (Lestari, 2011). kesetaraan akses dan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi bagi perempuan dan laki-laki sudah menjadi perhatian tingkat global, isu gender dan teknologi informasi dan komunikasi telah dicantumkan sejak deklarasi Beijing 1995 yang merupakan hasil konferensi ke empat tentang perempuan.


Dalam dua dekade ke depan, kemajuan teknologi termasuk otomatisasi dan robotika, akan secara signifikan mengubah pekerjaan dan perusahaan di Indonesia. Organisasi Ketenagakerjaan Internasional/ International Labour Organization (ILO) memperkirakan bahwa 56 persen pekerjaan (lebih dari 60 juta pekerjaan) menghadapi risiko otomatisasi di Indonesia. Perempuan lebih banyak dipekerjakan di pekerjaan yang membutuhkan keterampilan sains, teknologi, teknik, dan matematika/ Science, Technology, Engineering and Math (STEM) yang rendah, tentunya memiliki resiko mengalami otomatisasi yang berimplikasi pada pemutusan hubungan kerja. Perempuan 20% lebih mungkin kehilangan pekerjaan mereka sebagai konsekuensi dari otomatisasi. Revolusi Industri 4.0 yang sedang berlangsung saat ini telah mengubah kehidupan manusia melalui serangkaian teknologi internet of things dan  90% pekerjaan di masa depan akan membutuhkan Information and Communication Technology (ICT) atau keterampilan teknologi, informasi, dan komunikasi (UN Women,2019). Riset LinkedIn Jobs on the Rise tahun 2022 menunjukkan data scientist specialists dan machine learning engineers merupakan dua pekerjaan dengan pertumbuhan tercepat selama lima tahun terakhir di Indonesia dan diproyeksikan akan terus tumbuh di masa depan. Namun, studi ini juga menyoroti rendahnya tingkat partisipasi perempuan di dua pekerjaan bidang teknologi tersebut. Sepanjang tahun 2021, hanya 33,3 persen perempuan yang dipekerjakan sebagai data scientist specialists dan hanya 27,8 persen sebagai machine learning engineers (Sutrisno, 2022).


Akan tetapi, bila berbicara mengenai pengembangan TIK, masih ada anggapan bahwa teknologi adalah bentuk maskulinitas. Perempuan masih menjadi kelompok minoritas di hampir semua bidang sains dan teknologi. Kecenderungan kurangnya keterwakilan perempuan di bidang teknologi dapat diamati, bukan hanya di bidang teknik "klasik", seperti teknik elektro atau teknik mesin, melainkan juga di bidang-bidang yang lebih "modern" seperti informatika dan ilmu komputer. Bidang-bidang ini berkembang dengan sangat pesat dalam tiga dekade terakhir dan menjadi bidang akademis dan profesi yang serbaguna dan menantang. Perempuan memiliki hambatan kultural dan struktural dalam mengakses teknologi. Stereotipe di Institusi Pendidikan melahirkan pelabelan pada jurusan yang dianggap maskulin dan feminin. Konstruksi sosial dan karakter feminin dalam budaya menyebabkan rendahnya partisipasi dan representasi perempuan dalam sains, laboratorium, dll (Wajcman, 2007). Selain itu, arena sains dan teknologi pada kenyataannya masih membatasi perkembangan teknologi dan sumber daya teknologi untuk mendukung aktivitas dan pekerjaan perempuan. Di abad ke-21, di sebagian besar negara, representasi perempuan di bidang teknik, fisika, dan ilmu komputer kurang dari 30% (Beura, 2017). Perempuan menghadapi banyak kesulitan dalam menekuni pendidikan sains dan pekerjaan ilmiah karena sulitnya akses terhadap keuangan, properti, pendidikan, dan teknologi. Selain itu, status ekonomi dan berbagai kebijakan berkecenderungan kurang mendukung peran penting perempuan di bidang sains dan teknologi. Di negara-negara di mana kesetaraan gender dianggap sebagai komponen penting dari masyarakat, perempuan  memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengekspresikan diri di berbagai bidang termasuk bidang sains dan teknologi. Namun demikian, ada fakta menarik. Berdasarkan Survei Indeks Literasi Digital Nasional pada tahun 2021, 56,6 persen pengguna internet di Indonesia adalah perempuan. Angka tersebut dianggap menjadi bukti bahwa perempuan di Indonesia telah mendapatkan akses ke teknologi dan sedang menjalani migrasi dan transformasi digital. 


Teknologi, khususnya teknologi informasi sesungguhnya tidak selamanya melemahkan perempuan dan menjadikan jurang pemisah antara laki-laki dan perempuan. Namun, di sisi lain dapat menjadi sarana yang efektif untuk pemberdayaan perempuan seperti bidang ekonomi. Teknologi juga menjadi alat yang efektif bagi perempuan untuk memberdayakan dirinya mengatasi kendala-kendala dalam kekurangan informasi. Menurut Marcelle (2000) teknologi sesungguhnya memiliki banyak potensi untuk memberikan keuntungan bagi perempuan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup, hanya saja karena teknologi tidak netral gender maka sangat penting untuk mengadvokasi berbagai untuk mengurangi kesenjangan sosial di bidang teknologi. ****







Editor: Huminca Sinaga


Tags

Terkini

Orang Bijak Taat “Dibajak”

31 Maret 2023, 00:00 WIB

Meluruskan Niat Buka Bersama

29 Maret 2023, 21:00 WIB

Syahwat Pamer

29 Maret 2023, 20:54 WIB

Terpopuler

Kabar Daerah

x