Riwayat Haji: Lampau dan Kini (3) ‘Ukazh, bukan Sekadar Pasar

- 15 Februari 2023, 11:00 WIB
PENGUNJUNG memadati Pasar 'Ukazh modern ke-13 tahun 2019. Pemerintah Arab Saudi menjadikan pasar itu sebagai agenda rutin tahunan.*
PENGUNJUNG memadati Pasar 'Ukazh modern ke-13 tahun 2019. Pemerintah Arab Saudi menjadikan pasar itu sebagai agenda rutin tahunan.* /SAUDIGAZETTE.COM.SA.

Tentang dua pasar lainnya, Alqin menyatakan bahwa Pasar Zu Majanah terletak sekitar 50 kilometer di timur laut Arafah. Sementara Zu Majaz terletak kira-kira 50 kilometer di barat daya Mekah, di sebuah daerah yang dinamakan Mamar al-Dzahran (Wadi Fatimah).

Tambahan lagi, ketiga pasar itu tak digelar secara bersamaan. Setiap tahunnya, Pasar ‘Ukazh digelar pada tanggal 1-20 Zulkaidah. Setelah Pasar ‘Ukazh berakhir, para peziarah berpindah ke Pasar Zu Majanah yang berlokasi lebih dekat ke pusat Kota Mekah. Pasar itu digelar hingga penghabisan bulan itu.

Memasuki bulan Zulhijah, digelarlah pasar ketiga, Zu Majaz, yang berlokasi lebih dekat ke Padang Arafah. Di sana, pasar digelar hingga tibanya hari Tarwiyah (8 Zulhijjah), hari di mana peziarah memulai ritual puncak haji.

Tak cuma jual beli

Pada masa keemasan Pasar ‘Ukazh, para pedagang tak hanya menjajakan barang-barang hasil produksi masyarakat Semenanjung Arab, tetapi dari negeri-negeri yang jauh. Merujuk pemberitaan Arab News, komoditas yang diperdagangkan di sana berbagai macam, seperti bahan-bahan makanan, ternak, senjata, kulit, dan parfum yang dibawa dari Irak, Levante, Persia, dan Yaman.

Informasi ini sejalan dengan penjelasan Augustus Ralli dalam bukunya, Christians at Mecca (1909). Ia menggambarkan, “...Jalan utama (Kota Mekah) disulap menjadi bazar, yang di dalamnya ditawarkan produk-produk setiap negeri di Timur untuk dijual. Di sana, bisa ditemukan kulit-kulit kambing gunung yang berwarna merah atau kuning yang berasal dari Maroko, juga serban dari Tunisia. Orang Turki-Eropa menawarkan kain-kain berbordir, sedangkan orang Anatolia menawarkan sejadah sutra. Terlihat syal-syal dari tenunan Angora, syal-syal Afghanistan yang dibuat sedemikian indahnya, hingga handuk-handuk dari kain sutra Kashmir. Orang India menawarkan kain-kain yang indah, sedangkan orang Badui menawarkan berbagai macam senjata yang bermahkota dan ditatah. Terdapat juga lapak-lapak penjual minyak wangi, tas, dan manisan. Orang Yaman menawarkan barang dagangan berupa kulit binatang dan ular-ular dari daerah tropis, sementara orang kulit hitam dari Sudan menawarkan barang dagangan berupa katun sederhana, keranjang, permata, lada, beragam jenis kain, dan sutra”.

Pada masa lampau, orang-orang Arab memanfaatkan pasar untuk berjual beli barang, sekadar bertukar cerita tentang keadaan diri mereka sendiri, dan membanggakan tradisi mereka. Pada kesempatan itu pula, menurut Alqin, tiap-tiap suku menampilkan orator terbaik untuk menjalankan fungsi penting propaganda dalam menjelaskan pandangan politik dan sosial. Mereka juga melaporkan semua peristiwa yang terjadi di suku mereka sepanjang tahun sebelumnya, termasuk mengungkapkan semua nama penjahat, buronan, dan orang-orang yang telah diusir. Pada saat itu pula, diumumkan denda yang dijatuhkan kepada para pelaku kriminal dan terjadinya pertukaran tahanan.

Ya, pasar sekaligus dijadikan sebagai ajang untuk menyelesaikan semua perselisihan yang telah terjadi serta mengumumkan semua perjanjian dan kesepakatan. Selain itu, tiap-tiap suku menggunakan kesempatan tersebut untuk menyampaikan keluhan dan mengekspresikan perbedaan mereka dengan suku-suku lain.

Serangkaian perlombaan dan pertandingan juga digelar di salah satu bagian pasar: gulat, menunggang kuda, dan adu pedang. Alqin menggambarkan, mereka menggunakan gaya yang mirip dengan gimnasium Yunani. Perlombaan puisi antarsuku juga dilangsungkan dan dinilai oleh dewan juri yang beranggotakan lima orang. Sumber-sumber sejarah mencatat, tokoh penyair termasyhur sekaligus ketua dewan juri perlombaan itu adalah al-Nabigha al-Dubyani.

Satu hal penting lainnya, Pasar ‘Ukazh juga dijadikan sebagai momentum untuk mempersatukan bahasa orang-orang yang mengusung beragam dialek. Dalam konteks ini, mereka dipersatukan oleh bahasa Arab dalam dialek Quraisy. Hal itu lantaran orang-orang Quraisy, sebagaimana disebutkan di edisi sebelumnya, merasa paling unggul lantaran memiliki hak untuk menjaga Ka’bah.

Halaman:

Editor: Hazmirullah


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah