Menghitung Elongasi Meneropong Cahaya Syafak Awal Ramadan

- 20 Maret 2023, 00:05 WIB
SEORANG Mahasiswa Astronomi ITB saat memantau pergerakan matahari di Kawasan Observatorium Bosscha, Jalan Peneropongan Bintang, Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Pemerintah Indonesia hingga saat ini belum menetapkan keputusan terkait awal puasa Ramadhan 2023. Perkiraan awal puasa 2023 didasarkan pada Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2023 Masehi yang diterbitkan Kemenag RI, yaitu akan jatuh pada tanggal 22-23 Maret 2023.*
SEORANG Mahasiswa Astronomi ITB saat memantau pergerakan matahari di Kawasan Observatorium Bosscha, Jalan Peneropongan Bintang, Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Pemerintah Indonesia hingga saat ini belum menetapkan keputusan terkait awal puasa Ramadhan 2023. Perkiraan awal puasa 2023 didasarkan pada Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2023 Masehi yang diterbitkan Kemenag RI, yaitu akan jatuh pada tanggal 22-23 Maret 2023.* /KHOLID/KONTRIBUTOR "PR"

Habib Amma pun menjelaskan untuk Nahdlatul Ulama maupun mayoritas Ahlus Sunnah Wal Jamaah, menggunakan dua metode sekaligus untuk menghitungnya. Baik itu melalui Rukyat Hilal maupun melalui Hisab. Sedangkan sudah sejak lama Muhammadiyyah menggunakan hisab saja.

"Ini jangan menjadi perdebatan karena keduanya mempunyai dasar yang kuat. Penghitungan melalui hisab ini pun sudah jelas ada dasarnya," katanya.

Namun apabila kita bingung dalam menentukan awal Ramadan kata Habib Amma sebaiknya kita mengikuti pemerintah saja. "Mengapa demikian, ini karena saat sidang Isbat, banyak ahli-ahli dari kalangan ulama berkumpul di situ. Mereka mengumpulkan bukti yang ada dari hasil pandangan mata termasuk yang menggunakan metode hisab," katanya.

Pada tahun ini, kata Habib Amma, kemungkinan besar pun tak akan ada perbedaan di mayoritas umat Islam di Indonesia. "Kalau rukyat hilal pun sekarang alat-alatnya sudah sangat canggih. Teleskopnya pun sudah bisa melihat yang tadinya sulit dilihat seperti dulu, apakah terhalang awan atau tidak," katanya.

Apalagi, ungkap Habib Amma, sudah banyak pesantren-pesantren yang memiliki alat-alat untuk melihat hilal dan ada di atas pegunungan. Misalnya di wilayah Kabupaten Bogor ataupun di wilayah Sukabumi yang berada pada dataran tinggi.

"Mudah-mudahan dengan majunya teknologi ini dipastikan akan jauh lebih mudah menentukan awal Ramadan ini. Termasuk saat penentuan hari Idulfitri nanti, apakah puasa selama 29 hari atau 30 hari," katanya.

Di sisi lain ada hal yang perlu diperhatikan adalah apabila adanya perbedaan terkait penentuan Hari Raya Idulfitri. Ia menekankan sekali lagi jangan sampai hal ini menjadi perdebatan yang merugikan umat Islam.

"Misalnya ada yang Salat Idulfitri duluan, sebaiknya menurut pandangan ilmu yang saya pelajari justru hal ini tidak dianjurkan. Ini karena Salat Idulfitri ini hukumnya sunnah sedangkan menjaga persatuan itu hukumnya wajib," katanya.

Cara mensiasatinya adalah mereka yang berlebaran di hari lebih awal dengan yang lainnya, dianjurkan melaksanakan Salat Idulfitri itu esoknya berbarengan dengan yang Salat Idulfitrinya terakhir.

"Tak mengapa jika yang Idulfitrinya awal, berbuka pada hari itu, tapi kalau Salat Idulfitri lebih baik berbarengan dengan yang terakhir. Tetapi ini berlaku untuk Islam mayoritas yah, kadang kan ada juga aliran-aliran aneh, yang Idulfitrinya punya selisih waktu dengan mayoritas hingga satu minggu," katanya.

Halaman:

Editor: Suhirlan Andriyanto


Tags

Terkini

x