UT Saputra: Menghayati Masa Persiapan Paskah

- 25 Februari 2023, 07:11 WIB

KORAN PR - ”Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka, ’Jangan kamu menceritakan penglihatan itu kepada seorang pun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati’.” (Matius 17:9)

Rabu, 22 Februari 2023, jemaat Kristen memaknainya sebagai hari Rabu Abu, yaitu awal masa persiapan Paskah yang jatuh pada 9 April 2023. Rabu Abu dirayakan dengan ibadah jemaat dan ada ritual penorehan abu di dahi umat. Penggunaan abu mengingatkan tentang jati diri manusia yang dicipta dari debu tanah dan keadaannya rapuh, penuh kelemahan dan dosa. Maka masa Pra-Paskah adalah masa dimana untuk menyatakan pengakuan dosa dan hidup dalam pertobatan. Penorehan abu berbentuk tanda salib itu menjadi simbol pertobatan.

Injil Matius 17:9 merupakan pesan Yesus kepada tiga murid-Nya. Dikisahkan, Yesus bersama Petrus, Yohanes, dan Yakobus, pergi ke gunung. Di situ mereka melihat Yesus dimuliakan. Wajah-Nya bercahaya, seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar. Tampak di mata para murid-Nya itu, Yesus bersama Musa dan Elia. Fenomena itu sungguh luar biasa sehingga Petrus menawarkan diri untuk mendirikan tiga kemah. Maksudnya agar peristiwa indahnya kemuliaan itu bisa dinikmati lebih lama.

Namun, tiba-tiba mereka melihat awan terang menaungi mereka dan terdengar suara ”Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nya lah Aku berkenan, dengarkanlah Dia”. Hal ini menegaskan, Yesus adalah sosok manusia-ilahi. Kemanusiaan-Nya sekaligus keilahian-Nya menyatu dalam pribadi-Nya. Mendengar suara dari surga, para murid-Nya pun takut. Ketika mereka menengadah, ternyata penampakan Musa dan Elia tidak mereka lihat lagi, hanya tinggal Yesus seorang diri. Selanjutnya mereka pun turun dari gunung itu. Namun kemudian Yesus bepesan untuk tidak menceritakan peristiwa itu. Mengapa saat itu Yesus mencegah para murid menceritakan penglihatan itu?

Pesan Yesus itu bermakna, pertama, Yesus bukan melarang para murid untuk menceritakan pengalaman dahsyat itu, hanya waktunya belum tepat. Setelah Yesus menuntaskan karya penyelamatan melalui kematian dan kebangkitan-Nya, barulah hal itu boleh disebarluaskan. Kedua, hal pemuliaan Yesus yang sejati bukan hanya melalui fenomena ajaib yang dilihat para murid di gunung itu, tetapi menyatu dalam seluruh peristiwa Yesus yaitu dalam penderitaan bahkan kematian dan kebangkitan-Nya. Tepatnya para murid tidak dapat mewartakan atau memberi kesaksian hanya dari satu episode kehidupan Yesus, melainkan dari semua episode karya penyelamatan-Nya. Setelah mereka mengetahui dan mengalami perjalanan hidup Yesus sampai kebangkitan-Nya, maka kesaksian mereka pun akan lengkap.

Rabu Abu ibarat titik nol dimana kita memulai sebuah perjalanan hingga sampai ke tujuan. Rabu Abu harus dilanjutkan dengan minggu-minggu Pra-Paskah. Masa Pra-Paskah adalah masa untuk menghayati karya penyelamatan Yesus bagi kita. Mulai dari pemuliaan diri-Nya di atas gunung, dilanjutkan dengan perjalanan penuh dinamika, terus bergerak dari titik nadir ketika Yesus disalibkan pada Jumat Agung dan akhirnya berpuncak pada kebangkitan-Nya di hari Paskah. Maka bagi umat Kristen memasuki masa Pra-Paskah, seperti napak tilas menyusuri berbagai momen penderitaan Yesus.

Dalam masa Pra-Paskah, kita meneladani Yesus yang rela menapaki jalan penderitaan-Nya. Masa ini patut diisi dengan pertobatan nyata, seperti melakukan perenungan atau refkleksi pribadi untuk mengaku dosa. Kita juga dapat menyangkal diri dengan misalnya berpuasa untuk melatih tubuh maupun melakukan puasa sosial. Puasa sosial adalah menahan diri dari memuaskan kesenangan pribadi dan menggantinya dengan berbagi tindakan kasih kepada sesama. Semuanya adalah ekspresi syukur atas pengampunan dan keselamatan dari Tuhan. Mari menjalani masa Pra-Paskah dengan hati tulus dan membangun sikap pertobatan dengan sungguh-sungguh. Amin.***

Penulis, Pendeta GKI Cimahi.

 

Halaman:

Editor: Eri Mulyani Mubarok


Tags

Terkini

UT Saputra: Menghayati Masa Persiapan Paskah

25 Februari 2023, 07:11 WIB
x